Ditemukan di makam yang berasal dari tahun 1250 hingga 1521 M, peluit tanah liat ini tidak hanya membuat takut pendengar zaman dahulu, tetapi juga memicu respons psikologis dan saraf yang kuat pada pendengar modern.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Communications Psychology ini merupakan penelitian pertama yang menyelidiki dampak bunyi ini pada otak manusia, yang menawarkan wawasan tentang penggunaan historis dan sifat psikoakustiknya.
Tubuh berbentuk tengkorak dari peluit kematian Aztec mungkin mewakili Mictlantecuhtli, yaitu Penguasa Dunia Bawah suku Aztec. (Kredit: Sascha Frühholz, UZH) |
Berbentuk seperti tengkorak manusia, peluit tersebut menghasilkan suara melengking dan menusuk yang menyerupai teriakan, yang dihasilkan oleh benturan aliran udara di dalam instrumen tersebut.
Banyak contoh telah ditemukan di kuburan Aztec, yang sering ditemukan di samping sisa-sisa korban ritual pengorbanan. Para peneliti percaya bahwa peluit tersebut mungkin memiliki tujuan ganda: untuk mengintimidasi musuh di medan perang dan sebagai bagian dari upacara yang berhubungan dengan kematian dan pengorbanan.
Baca Juga:
- Bukan Sekadar Hadiah, Kucing Hitam Mengungkap Virus Baru di Halloween Tahun Ini
- Studi Global: Curah Hujan Ekstrem Terkait dengan Angka Kematian yang Lebih Tinggi
Menurut penelitian tersebut, peluit tersebut dapat melambangkan aspek-aspek mitologi Aztec. Misalnya, beberapa ahli mengusulkan bahwa suara melengking mereka mewakili angin yang sangat tajam dari Mictlan, dunia bawah tempat jiwa-jiwa yang dikorbankan diyakini melakukan perjalanan setelah mati. Yang lain, suara tersebut menggemakan kehadiran Ehecatl, Dewa Angin Aztec, yang menurut legenda, menciptakan manusia dari tulang-tulang orang yang meninggal.
Tim peneliti, yang dipimpin oleh ahli saraf kognitif dari Universitas Zurich, melakukan eksperimen psikoakustik pada relawan Eropa. Peserta dihadapkan pada suara peluit kematian sementara aktivitas otak mereka dipantau menggunakan teknik neuroimaging. Hasilnya mengungkap adanya peningkatan aktivitas di korteks pendengaran, yang memproses suara, yang mengindikasikan keadaan siaga tinggi secara langsung.
Contoh asli dan replika peluit kematian Aztec. Peluit ini dapat melambangkan aspek mitologi Aztec. (Kredit: S. Frühholz dkk., Communications Psychology 2024) |
Peserta secara konsisten menggambarkan suara-suara tersebut sebagai "menakutkan," "tidak menyenangkan," dan sangat meresahkan. Menurut para peneliti, respons-respons ini berasal dari kesulitan otak dalam mengklasifikasikan suara, yang dianggapnya memiliki "asal usul campuran alami-buatan." Ketidakjelasan ini merangsang baik daerah pendengaran tingkat rendah maupun daerah kognitif tingkat tinggi yang bertanggung jawab atas interpretasi simbolik, yang memicu imajinasi dan keterlibatan emosional.
Penulis studi menjelaskan, "Suara siulan tengkorak menarik perhatian mental dengan meniru secara afektif suara-suara yang tidak menyenangkan dan mengejutkan lainnya yang dihasilkan oleh alam dan teknologi." Mereka menambahkan bahwa dampak pendengaran yang unik ini kemungkinan memperkuat intensitas emosional ritual Aztec, khususnya yang melibatkan pengorbanan manusia.
Penelitian ini mendukung teori bahwa siulan kematian sengaja digunakan dalam ritual untuk menimbulkan rasa takut atau penghormatan. Kemampuannya untuk membingungkan dan menakutkan akan ideal untuk upacara pengorbanan dan mungkin untuk mengintimidasi musuh selama peperangan. Hubungan siulan dengan pengorbanan diperkuat oleh seringnya ditemukan di dekat sisa-sisa pengorbanan.
Penelitian ini menyoroti penggunaan suara yang canggih oleh suku Aztec untuk membangkitkan emosi yang kuat dan asosiasi spiritual. Baik digunakan untuk menakut-nakuti musuh, menghormati dewa, atau menandai transisi jiwa ke akhirat, siulan kematian ini menggambarkan interaksi yang kompleks antara budaya, mitologi, dan psikologi manusia.
Dengan menguraikan reaksi otak terhadap suara-suara ini, para peneliti telah memberikan gambaran tentang bagaimana masyarakat kuno mungkin telah memanfaatkan rangsangan pendengaran untuk memengaruhi perilaku dan emosi.
0 Komentar