Menurut data USDA, pada tahun 2023/2024, Indonesia dan Malaysia telah memproduksi 83% dari seluruh minyak kelapa sawit.
Lalu, untuk apa minyak kelapa sawit digunakan?
Sama halnya dengan minyak kelapa, minyak kelapa sawit berbentuk setengah padat pada suhu ruangan dan merupakan minyak goreng pokok di banyak bagian dunia, terutama Afrika dan Asia Tenggara.
Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan, Indonesia. (Kredit: Afriadi Hikmal / Getty Images) |
Dalam skala industri, kelapa sawit (elaeis guineensis) ditanam untuk tiga penggunaan utama, yaitu:
- Minyak kelapa sawit, yang diekstrak dari buah pohonnya. Minyak ini digunakan untuk membuat sabun, kosmetik, lilin, biofuel, minyak pelumas, dan dalam pemrosesan beberapa logam.
- Minyak inti sawit, yang diekstrak dari biji pohonnya. Minyak ini digunakan dalam produk makanan, termasuk margarin, es krim, cokelat, kue, dan roti. Minyak ini juga digunakan dalam produk farmasi.
- Residu kue, produk sampingan dari ekstraksi minyak inti sawit. Minyak ini digunakan dalam pakan ternak.
Minyak Sawit dan Deforestasi
Permintaan akan produk akhir kelapa sawit meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir, menjadikannya sebagai bahan yang ada di mana-mana dalam sekitar 50% produk supermarket.
Layanan Pertanian Luar Negeri USDA menemukan bahwa pada tahun 2023/2024, 79,53 juta metrik ton minyak sawit telah diproduksi, sekitar 2% peningkatan dari tahun sebelumnya. Hal ini mewakili sekitar 35% dari produksi minyak sayur dunia.
Karena produktivitas pohon kelapa sawit, dan sifat-sifat minyak kelapa sawit, ia tetap menjadi produk penting untuk ketahanan pangan global dan pembangunan ekonomi.
Namun, keberadaan bahan yang bermanfaat ini di mana-mana harus dibayar dengan harga mahal. Perluasan perkebunan kelapa sawit merupakan pendorong utama deforestasi dan degradasi habitat di wilayah Asia tropis, Amerika Tengah dan Selatan.
Ekspor minyak sawit Indonesia dan deforestasi
Pada tahun 2023, Indonesia memproduksi 47 juta ton minyak sawit mentah, memperkuat posisinya sebagai eksportir minyak sawit terbesar di dunia, dengan pangsa pasar 54% dari ekspor global. Industri minyak sawit telah berkembang menjadi bagian penting dari ekonomi Indonesia, mewakili 4,5% dari Produk Domestik Bruto, dan berkontribusi pada sektor tenaga kerja dengan mempekerjakan lebih dari 16,2 juta orang secara langsung dan tidak langsung. Sebagian besar pertumbuhan ini didorong oleh permintaan internasional untuk produk minyak sawit, meskipun pasar domestik menjadi pembeli yang semakin penting.
Hasil perkebunan kelapa sawit yang produksinya semakin meningkat. (Kredit: onetreeplanted.org) |
Akan tetapi, perlu dicatat bahwa, deforestasi yang terkait dengan sektor minyak sawit di Indonesia meningkat sedikit pada tahun 2022 setelah menurun selama hampir satu dekade. Emisi gas rumah kaca yang terkait dengan produksi minyak sawit di lahan gambut yang kaya karbon merupakan bagian penting dari total dampak iklim negara ini.
Ekspansi perkebunan kelapa sawit telah menjadi pendorong utama deforestasi di Indonesia selama 20 tahun terakhir, yang mencakup sepertiga (3 juta hektar) dari hilangnya hutan primer Indonesia. Deforestasi ini, bersama dengan pengeringan lahan gambut dan kebakaran terkait, merupakan kontributor penting terhadap perubahan iklim global dan hilangnya keanekaragaman hayati, serta kualitas udara lokal yang buruk.
Produksi minyak kelapa sawit Indonesia terkait dengan sejumlah besar emisi gas rumah kaca dari kebakaran di lahan gambut yang dikeringkan, penurunan tanah gambut, dan alih fungsi lahan.
Menurut sejumlah data, produksi minyak kelapa sawit industri di Indonesia mengeluarkan rata-rata tahunan sebesar 220 juta ton setara karbon dioksida antara tahun 2015 dan 2022. Jumlah ini hampir seperlima dari total emisi tahunan Indonesia sebesar 1,23 gigaton pada tahun 2022.
Meskipun hanya 14% perkebunan kelapa sawit di Indonesia berada di lahan gambut yang kaya karbon, penurunan tanah gambut dan kebakaran di lahan gambut yang dikeringkan bertanggung jawab atas hampir 92% dari rata-rata emisi gas rumah kaca tahunan sektor kelapa sawit antara tahun 2015–2022.
Data dari Trase menunjukkan bahwa Indonesia berada di tingkat atas produksi minyak sawit global. (Kredit: Trase, sei) |
Di luar tahun-tahun kering El Nino pada tahun 2015 dan 2019 yang menyebabkan peningkatan emisi akibat kebakaran lahan gambut, emisi gas rumah kaca dari produksi minyak kelapa sawit tetap relatif konstan.
Apakah Minyak Sawit Berkelanjutan adalah Jawabannya?
Melarang minyak sawit atau beralih ke minyak nabati lain bukanlah pilihan berkelanjutan untuk mengatasi masalah ini. Pohon kelapa sawit menghasilkan minyak hingga 9 kali lebih banyak per unit daripada tanaman minyak utama lainnya (seperti kedelai, bunga matahari, dan rapeseed). Seiring meningkatnya permintaan global akan minyak nabati, produktivitas pohon kelapa sawit yang tinggi menjadikannya penting untuk memenuhi kebutuhan dunia.
Namun, degradasi dan penggundulan hutan yang intens terkait dengan produksi minyak sawit komersial juga perlu ditangani.
Kebijakan dan program diperlukan untuk menghentikan pembukaan hutan tropis asli untuk perkebunan baru. Perusahaan dapat mendukung perubahan kebijakan dengan hanya menggunakan minyak sawit berkelanjutan untuk produk mereka — dan konsumen dapat mendorong mereka untuk melakukannya.
Perkebunan kelapa sawit yang ada juga harus didorong untuk mengelola lahan mereka secara lebih berkelanjutan menggunakan strategi yang terbukti dan efektif, untuk mengurangi dampaknya terhadap keanekaragaman hayati di sekitarnya.
Apakah pemerintah Indonesia dan sektor minyak kelapa sawit dapat menemukan solusi dalam menghadapi tantangan pengurangan emisi melalui perlindungan dan konservasi hutan sambil mengembangkan dan melestarikan lanskap penghasil minyak kelapa sawit? Bagaimana menurut Anda.
0 Komentar